Dilematika Speaker Masjid

foto diambil di Kampung Cijati, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat

(Illustrasi) foto diambil di Kampung Cijati, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

Imbauan perihal penggunaan speaker masjid oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengundang tanggapan pro dan kontra. Wajar, imbauan tersebut sedikit mengiris hati umat Islam yang ada di Indonesia, namun di sisi lain ada kelegaan tersendiri bagi warga lainnya yang merasa terganggu dengan kebisingan suara kaset orang yang sedang mengaji pada malam hari atau pada siang bolong.

Imbauan wapres kepada seluruh DKM agar membatasi speaker masjid memang sedang menjadi perbincangan hangat di media, baik media sosial maupun media mainstream. Disini saya akan sedikit membahas mengenai pro dan kontra yang saya amati dari berbagai perbincangan di media, khususnya media sosial.

Pro: Bagi kalangan yang setuju dengan imbauan ini, tentu saja merekalah yang sedikit terganggu oleh polusi suara yang ditimbulkan dari speaker masjid yangg menyetel kaset orang yang sedang mengaji di siang bolong maupun di tengah malam. Mereka beranggapan, bahwa seharusnya speaker mesjid itu difungsikan sebagai mana mestinya, yaitu untuk Adzan. Banyak orang menyayangkan penggunaan speaker masjid yang disalahgunakan. Selain menyetel kaset orang yang sedang mengaji, speaker masjid di beberapa daerah juga sering digunakan untuk pengumuman yang bersifat pribadi, seperti undangan rapat RW ataupun sejenisnya. Bagi orang-orang yang terganggu dengan suara speaker masjid yg disalahgunakan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa menggerutu dan menelan dalam-dalam kekesalan mereka dalam hati. Hal ini, dikarenakan suara tersebut berasal dari masjid, tempat suci yang digunakan umat islam untuk melakukan ibadah. Untuk menegur atau memprotes kepada pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) atas perilakunya ini menjadi hal yang sangat tabu.

Kontra : Sudah dipastikan, mereka yang kontra terhadap imbauan wapres ini adalah yang berprofesi sebagai ulama. Bukan menyudutkan, tetapi pada kenyataannya seperti itu. Mereka menganggap bahwa dengan menyetel kaset orang yang sedang mengaji merupakan salah satu penyampaian kebaikan secara global. Memang tidak dipungkiri, bahwa Al-Quran itu adalah pedoman umat manusia, bagi yang mempercayainya. Pada dasarnya isi Al-Quran memang menyerukan kebaikan. Dengan disetelnya kaset orang yang sedang mengaji diharapkan akan membawa kebaikan bagi para pendengarnya.

Dari dua pendapat yang disampaikan di atas mari sejenak kita berpikir dengan pikiran yang sejuk, dengan kepala dingin kita simpulkan beberapa kesimpulan.
Intinya orang-orang yang merasa terganggu oleh polusi suara yang ditimbulkan oleh speaker masjid pada waktu-waktu tertentu, mereka menginginkan agar digunakan sebagai mana mestinya, yaitu untuk Adzan. Sementara bagi yang kontra terhadap imbauan tersebut mereka menginginkan agar mereka yang mendengarkannya mendapat kebaikan.

Opini penulis singkat saja, bukankah berbuat kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik pula? Jika banyak yang merasa terganggu, apakah sudah menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik?

Untuk itu, sebaiknya speaker masjid digunakan dalam waktu-waktu tertentu saja agar tidak mengganggu kenyamanan banyak orang dengan polusi suara yang ditimbulkan. Jikalau ingin mengaji-pun, mengajilah secara langsung, tidak usah menggunakan rekaman orang yang sedang mengaji.

Catatan: tidak menyudutkan pada pihak manapun, penulis hanya menggambarkan fakta serta beropini. Maaf bila kurang berkenan.

Teks: Abdurrahman Mushaddiq

Foto: Vici Muhammad Fauzi